Derajat Doa Buka Puasa "Dzahabazh Zhama'u..."
Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah
Benarkah hadits doa buka puasa "Dzahabazh Zhama'u..." adalah hadits yang lemah ?
Berikut adalah teks haditsnya:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ، إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ ﺍﻟﻠَّﻪُ
"Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam apabila telah berbuka puasa, beliau berdoa: "Dzahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah". (Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki)". [HR. Abu Daud no.2357, An-Nasa'i dalam As Sunan Al-Kubra no.3315 dan selainnya. Lihat Irwaul Ghalil no. 920]
Banyak yang bertanya ke ana tentang status hadits di atas. Di medosos juga ana melihat banyak yang menganggap hadits ini adalah hadits yang lemah. Maka berikut penjelasan ana atas masalah ini.
Ulama hadits dari zaman dulu sampai sekarang telah berselisih pendapat mengenai derajat hadits di atas, ada yang melemahkan dan ada yang menghasankannya. Untuk ana sendiri sampai saat ditulisnya risalah ini sekarang berpendapat bahwa hadits ini berderajat hasan dan dapat diamalkan.
Adapun alasan ana menganggap ana lebih cenderung mengikuti Ulama yang menghasankan hadits ini, dikarenakan Ulama yang melemahkan hadits ini ternyata tidak sepenuhnya kuat. Agar mudah menjelaskannya, berikut di bawah ini ana buat sebuah sub judul berikut.
Alasan Ulama Yang Melemahkan Hadits Tersebut
Pertama, umumnya yang melemahkan hadits di atas dengan alasan rawi yang bernama (الحسين بن واقد) Al-Husain bin Waaqid. Mereka mengatakan Al-Husain ini taffarud (meriwayatkan hadits ini secara sendirian).Semata-mata tafarrud tidak mesti ditolak haditsnya, apalagi Al-Husain ini telah dianggap dapat dipercaya oleh beberapa kritikus hadits.
Diantara yang memberikan rekomendasi terpercayanya Al-Husain bin Waaqid ini adalah Yahya bin Ma’in mengatakan: "Tsiqah dapat dipercaya". Ahmad bin Hanbal mengatakan: "Aku memandangnya tidak mengapa dan aku memujinya". Ahmad bin Syu’ab An-Nasa’i mengatakan: "Tidak mengapa denganya". Abu Zur’ah ar Roozi mengatakan: "Tidak mengapa dengannya". http://hadith.islam-db.com/narrators/1355/
Ada pula yang telah mengeritiknya, namun bukan dengan kritikan yang secara muthlak menjatuhkan kedudukan haditsnya. Dengan demikian sebenarnya tafarrudnya beliau insya Allah tidak menjadikan hadits ini lemah.
Kedua, dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama (مروان يعني ابن سالم المقفع) Marwaan bin Salim Al-Maqofi, ia dianggap Majhul (gelap/tidak dikenal identitasnya).
Abu Hatim telah memasukkan beliau dalam barisan orang-orang yang terpercaya dan Ibnu Hajar menyebutnya sebagai Maqbul (dapat diterima haditsnya). Lihat Tahdziibul Kamal XXVII: 390 Ats-Tsiqat V:424 dan lain-lain.
Ulama hadits banyak yang menganggap Abu Hatim termasuk orang yang dianggap sering bermudah-mudahan dalam menetapkan dipercayainya seorang periwayat hadits Tasaahul. Tetapi lagi-lagi ini tidak mutlak, ini tidak berarti setiap yang dinyatakan terpercaya oleh Abu Hatim jangan dipercaya. Terlebih ada kesaksian juga dari Ibnu Hajar rahimahullah bahwa beliau ini Maqbul, dan juga Ad-Daraquthni yang juga menghasankan hadits ini secara otomatis menunjukkan beliau pun mempercayai kedudukan Marwan ini.
Karena itu, tidak heran sejumlah Ulama hadits kenamaan dari zaman dulu sampai sekarangpun pada akhirnya banyak yang menghasankan hadits ini.
Demikianlah untuk sementara ana hentikan pembahasan ini sampai di sini. Sebenarnya kalau mau diulas lebih dalam akan banyak hal yang harus dijelaskan, namun mempertimbangkan para pembaca yang mungkin membaca risalah ini juga bermacam-macam latar belakang pendidikan dan pengetahuannya, sehingga dikhawatirkan bila terlalu njlimet akan memusingkan, maka ana terpaksa menyederhanakan pembahasannya dengan menggunakan bahasa yang semoga bisa difahami semua kalangan.
Ana ingatkan, ini tetap saja masuk ranah ijtihadiyyah. Kalaupun ada yang lebih memilih hadits ini dianggap sebagai hadits lemah dengan alasan yang ilmiyyah, silahkan ia berpegang pada pendapat tersebut. Wallahu A’lam.
________
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF
Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1
Youtube: http://youtube.com/ittibarasul1
Group WhatsApp: http://wa.me/6289665842579
Twitter: http://twitter.com/ittibarasul1
Diantara yang memberikan rekomendasi terpercayanya Al-Husain bin Waaqid ini adalah Yahya bin Ma’in mengatakan: "Tsiqah dapat dipercaya". Ahmad bin Hanbal mengatakan: "Aku memandangnya tidak mengapa dan aku memujinya". Ahmad bin Syu’ab An-Nasa’i mengatakan: "Tidak mengapa denganya". Abu Zur’ah ar Roozi mengatakan: "Tidak mengapa dengannya". http://hadith.islam-db.com/narrators/1355/
Ada pula yang telah mengeritiknya, namun bukan dengan kritikan yang secara muthlak menjatuhkan kedudukan haditsnya. Dengan demikian sebenarnya tafarrudnya beliau insya Allah tidak menjadikan hadits ini lemah.
Kedua, dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama (مروان يعني ابن سالم المقفع) Marwaan bin Salim Al-Maqofi, ia dianggap Majhul (gelap/tidak dikenal identitasnya).
Abu Hatim telah memasukkan beliau dalam barisan orang-orang yang terpercaya dan Ibnu Hajar menyebutnya sebagai Maqbul (dapat diterima haditsnya). Lihat Tahdziibul Kamal XXVII: 390 Ats-Tsiqat V:424 dan lain-lain.
Ulama hadits banyak yang menganggap Abu Hatim termasuk orang yang dianggap sering bermudah-mudahan dalam menetapkan dipercayainya seorang periwayat hadits Tasaahul. Tetapi lagi-lagi ini tidak mutlak, ini tidak berarti setiap yang dinyatakan terpercaya oleh Abu Hatim jangan dipercaya. Terlebih ada kesaksian juga dari Ibnu Hajar rahimahullah bahwa beliau ini Maqbul, dan juga Ad-Daraquthni yang juga menghasankan hadits ini secara otomatis menunjukkan beliau pun mempercayai kedudukan Marwan ini.
Karena itu, tidak heran sejumlah Ulama hadits kenamaan dari zaman dulu sampai sekarangpun pada akhirnya banyak yang menghasankan hadits ini.
Sejumlah Ahli Hadits Yang Telah Menghasankan
Ad Daraquthni II: 401, Ibnul Hajar Takhrij Misykatul Mashabih 235, Ibnu Qudamah Al-Mughni IV:438, Syaikh bin Baaz Hasyiah Bulughul Maram 407, Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud 3357, Takhrij Misykatul Mashabih 1934, Irwa’ul Ghalil 920, Syu’aib Al Arna’uth rahimahullah dalam Takhrij Sunan Abi Dawud 2357.Demikianlah untuk sementara ana hentikan pembahasan ini sampai di sini. Sebenarnya kalau mau diulas lebih dalam akan banyak hal yang harus dijelaskan, namun mempertimbangkan para pembaca yang mungkin membaca risalah ini juga bermacam-macam latar belakang pendidikan dan pengetahuannya, sehingga dikhawatirkan bila terlalu njlimet akan memusingkan, maka ana terpaksa menyederhanakan pembahasannya dengan menggunakan bahasa yang semoga bisa difahami semua kalangan.
Ana ingatkan, ini tetap saja masuk ranah ijtihadiyyah. Kalaupun ada yang lebih memilih hadits ini dianggap sebagai hadits lemah dengan alasan yang ilmiyyah, silahkan ia berpegang pada pendapat tersebut. Wallahu A’lam.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF
Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1
Youtube: http://youtube.com/ittibarasul1
Group WhatsApp: http://wa.me/6289665842579
Twitter: http://twitter.com/ittibarasul1
Web: dakwahmanhajsalaf.com
Instagram: http://Instagram.com/ittibarasul1
Facebook: http://fb.me/ittibarasul1
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.
Instagram: http://Instagram.com/ittibarasul1
Facebook: http://fb.me/ittibarasul1
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.
Posting Komentar untuk "Derajat Doa Buka Puasa "Dzahabazh Zhama'u...""
Berkomentarlah dengan bijak