Langkah Setelah Hijrah
Oleh Ustadz Abu Abd Rahman bin Muhammad Suud Al Atsary hafidzhahullah.
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يحشر المرء على دين خليله ، فلينظر أحدكم من يخالل.
"Seorang akan dikumpulkan (di hari kiamat) berdasarkan agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian melihat siapa yang menjadi teman dekatnya". [HR. Abu Dawud no. 4833, Tirmidzi no. 2378, As Shahihah no. 927]
لا تصاحب إلا مؤمنا ، و لا يأكل طعامك إلا تقي.
"Jangan kalian bersahabat kecuali dengan seorang yang beriman, dan hendaknya jangan ada yang memakan makanan kalian kecuali orang yang bertaqwa". [HR. Abu Dawud no. 4832, Tirmidzi no. 2390, Shahih Jami no. 3741]
Imam Abu Farj Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab rahimahullah berkata: “Orang yang bermaksiat adalah orang yang membawa kesialan pada dirinya dan orang lain, karena di khawatirkan azab akan di turunkan kepadanya, lalu azab itu menimpa manusia secara merata, khususnya bagi orang yang tidak mengingkari perbuatan tersebut. Oleh karena itu, menjauhkan diri darinya adalah keharusan.
Pada saat pembunuh seratus nyawa dari Bani Israil bertaubat dan bertanya kepada orang alim, adakah taubat baginya, lalu orang Alim berkata “ya, siapa yang dapat menghalagi seorang hamba dari taubatnya ?”, lalu sang alim tadi menyuruhnya untuk meninggalkan kampung yang rusak menuju perkampungan yang baik. Kemudian kematian menghampirinya ketika di antara dua kampung tersebut.
Terjadilah perdebatan antara malaikat rahmat dan malaikat azab, mengenai orang tersebut. Kemudian Allah Ta'ala mewahyukan kepada mereka agar mengukur jarak antara dua kampung, manakah yang lebih dekat, maka ia di golongkan ke tempat itu. Malaikat itu mendapati bahwa orang itu lebih dekat ke perkampungan yang baik dengan selisih jarak satu lemparan batu. Maka orang itu di ampuni". (lihat sendiri kisahnya di Bukhari 3470. Dan Muslim 2766)
Menjauhi tempat maksiat dan para pelakunya merupakan hijrah yang di perintah, karena seorang muhajir adalah orang yang berhijrah dari yang di larang Allah Ta'ala.
Ibrahim bin Adam rahimahullah berkata: “Barang siapa ingin bertaubat, maka hendaknya ia keluar dari tempat-tempat yang penuh kezaliman dan tidak bergaul dengan teman-teman sebelumnya, jika tidak, maka apa yang di inginkan tidak akan tercapai”.
Bersikap hati-hatilah kalian dari perbuatan dosa karena ia adalah kesialan, membuat seorang hamba menjadi hina, balasannya adalah azab yang pedih, hati yang menyukainya adalah hati yang sakit, jiwa yang condong padanya adalah jiwa yang menyimpang, selamat darinya merupakan keutamaan, terbebas darinya adalah kebahagiaan, melakukan dosa, apalagi setelah beruban, adalah musibah besar.
Wahai orang-orang yang kehilangan hatinya, carilah hati tersebut di majelis-majelis dzikir (majelis nasehat dan ilmu), mudah-mudahan engkau menemukannya kembali.
Wahai orang-orang yang sakit hatinya, bawalah hati itu ke majelis-majelis dzikir, mudah-mudahan hatimu terobati. Majelis dzikir (majelis nasehat dan ilmu) adalah tempat berobat bagi perbuatan dosa. Yakni, hati yang sakit akan diobati sebagaimana diobati penyakit jasmani di tempat-tempat berobat (rumah sakit) dunia.
Majelis dzikir ibarat tempat rekreasi bagi hati seorang beriman, yaitu ketika hatinya bertamasyah dengan menikmati ucapan-ucapan hikmah, layaknya rekreasi yang di lakukan manusia di kebun dan taman dunia. Majelis kami adalah majelis di dalam kebun ke khusyu’an, santapan kami adalah rasa lapar, minuman kami adalah air mata, yang kami bisa menukil ucapan hikmah yang di dengar.
Di dalamnya kami bisa mengobati penyakit yang tidak bisa di obati oleh Jalinus dan Bakhtisyu. Di dalamnya kami meminum ramuan penawar dosa dan maksiat, barangsiapa meminumnya, maka ia tidak akan kembali kepada kemaksiatan.
Betapa banyak orang yang tidak sadar (pingsan) yang sadar akan kemasiatannya, betapa banyak orang yang terbebas dari sengatan hawa nafsunya, dan betapa banyak orang yang terputus dari Rahmat Allah kembali pada Rahmat-Nya?
Jika seorang thabib (dokter) bersedia meminum resep yang di berikan untuk mengobati manusia (pasien), tentu ucapannya akan di turuti.
Wahai orang-orang yang mensia-siakan umurnya, sungguh sukses (berhasil) orang-orang yang mendengarkan perkataan yang baik, (namun) orang yang didengarkannya (ucapannya) menjadi celaka.
Wahai orang-orang yang gagal usahanya, sungguh telah sampai ke tujuannya orang-orang yang mengikuti perkataan yang baik, (namun) orang yang di ikutinya menjadi tertinggal”. (Kitab Lathaif Al-Ma'arif Fima li Mawasim Al-Ami min Al-Wadhaif 134-136)
Catatan:
1) Jalinus adalah dokter di masa yunani kuno (201 SM)
2) Bakhtisyu bin Jarjis adalah dokter dari Syiriah di masa Khalifah Abbasyiah (184 H). (Lihat Al A’lam 2/44)
Ucapan terakhir Ibnu Rajab ini, kelihatannya ditujukan pada diri beliau sendiri bila beliau sampai berani menyalahi ucapan dan nasehatnya sendiri.
🔰 @Manhaj_salaf1
•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF
📮 Telegram : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp : 089665842579
🌐 Web : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram : bit.ly/ittibarasul1
🇫 Fanspage : fb.me/ittibarasul1
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.
Posting Komentar untuk "Langkah Setelah Hijrah"
Berkomentarlah dengan bijak