Ketika Adzan Kami Di Permasalahkan
Oleh Ustadz Abu Abd rahman bin Muhammad Suud Al-Atsary hafidzhahullah
Dilema antara kedengkian orang kafir dan kebodohan sebagian kaum muslimin terhadap sunnah.
Dalam hadits yang panjang, dari Shahabat Abdullah bin Zaid bin Abd Rabbih radhiallahu 'anhu, beliau menceritakan tentang lafadz adzan yang kita dengar dan saksikan dan kisah yang mengawalinya, yang masyhur itu:
فأخبرته بما رأيت ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ان هذه الرؤيا حق إنشاء الله ، ثم امر بالتأدين ، فكان بلال مول أبي بكر يؤذن بذلك
"Maka aku kabarkan pada beliau tentang mimpiku". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya mimpi itu benar, insya Allah. Lalu beliau menyuruh kami mengumandangkan adzan, maka Bilal (bin Rabbah) budak yang dimerdekakan (maulla) Abu Bakr mengumandangkan adzan dengan lafadz itu". [HR. Shahih Abu Dawud no. 469. Tirmidzi no. 122]
Hukum Adzan
Adzan bermakna pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat dengan lafadz-lafadz tertentu. (Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq 1/94)Sebagaimana hadits Malik bin Khuwairits radhiallahu 'anhu:
قال النبي صلى الله عليه وسلم: اذا حضرت الصلاة فليؤذن لكم احدكم وليؤمكم أكبركم
Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bila waktu shalat tiba, maka hendaknya salah seorang di antaramu, mengumandangkan adzan untukmu, dan hendaknya yang tertua darimu yang mengimamimu". [HR. Mutafaq 'Alaih. Lihat Fath 2 no.631, Muslim no.674].
Dan kaidahnya, satu perintah adalah wajib bila tidak ada yang mengalihkan makna pada selain wajib. Adzan sebagai pembeda negeri muslim dan negeri kafir. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan pembeda antara negeri kaum muslimin dan negeri kafir dengan terdengarnya suara adzan.
Diceritakan oleh Shahabat Anas radhiallahu 'anhu:
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان اذا غزا بنا قوما لم يكن يغزو بنا حتى يصبح وينظر، فإن سمع أذانا كف عنهم ، و ان لم يسمع أدانا أغار عليهم
"Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bila ingin memerangi satu kaum bersama kami, beliau tidak menyerangnya bersama kami hingga menunggu waktu subuh, dan memperhatikan (situasi), bila beliau mendengar suara adzan, maka beliau mencukupkan atau menahan diri dari mereka, namun, bila tidak mendengar suara adzan, beliau menyerbu atau memerangi mereka”. [HR. Mutafaq 'Alaih. Lihat Fath 2 no. 610 dan ini lafadznya dan Muslim semakna]
(٢x) اَللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ
(٢x) أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّااللهُ
(٢x) اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
(٢x) حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
(٢x) حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
(١x) اَللهُ اَكْبَرُ ،اَللهُ اَكْبَرُ
(١x) لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ
Betapa indah kalimat-kalimat di atas, kalimat tauhid, kalimat yang diseru seorang muslim pada penghambaan pada pencipta-Nya. Kalimat yang dilantunkan para penyeru (muadzin) sejak disyariatkannya, kalimat yang dengannya dijadikan pembeda antara negeri muslim dan kafir. Kalimat yang selalu dinanti oleh para Abid (ahli ibadah) untuk mengibadati Rabb-nya dan Illah bagi seluruh makhluk.
Kami teringat sejarah perang salib, saat-saat sebelum kaum salib terusir oleh tentara takluk untuk yang kedua dari Baitul Maqdis dan selamanya, setelah dikalahkan Salahuddin Al-Ayubbi rahimahullah. Tersebutlah seorang raja bernama Frederick 2 dari Roma yang menguasai Baitul Maqdis selama 50 tahun (Maret 1225 M) setelah melakukan negosiasi dengan putra-putra Salahuddin yang berebut kekuasaan setelah wafatnya ayah mereka.
Saat memasuki Baitul Maqdis, raja ini (Frederick 2) melarang adzan di masjid Al-Aqsa karena dianggap mengganggu tidurnya. Juga, kasus-kasus semacam ini, santar terdengar lagi tahun ini (2018 M). Wallahu Musta'an.
Kembali pada cerita tetangga-tetangga Protestan kami saat itu. Dengan sedikit marah karena dorongan kecemburuan kami pada ajaran Islam yang dicelanya, dalam hal ini adzan. Setelah berfikir sejenak, kami jelaskan duduk persoalannya, dan secara sedih kami juga memintakan maaf atas sikap sebagian saudara kami muslim padanya.
Sebenarnya yang dipermasalahkan sebagian orang itu yang benci adzan itu bukan adzannya tapi suara-suara sampingan yang menyertai adzan itu.
Contoh kasus di Surabaya-Sidoarjo kami singkat (SuSi). Di sekitar SuSi, biasanya setengah jam sebelum adzan itu, para muadzin di masjid-masjid umum, dengan keras, mereka menyetel suara nyanyian Sufi Gus Dur (padahal yang bernyanyi adalah Gus Nidzam dari daerah Tulangan, Sidoarjo), kemudian syair Arab dari suara Qari Misyari Rasid Afasi, kemudian baru bacaan Al-Quran atau suara shalawat tarkhim oleh Syaikh Khalil Hushari dari Mesir yang terkenal itu, yang mengkisahkan peristiwa Isra Mi'raj Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan perintah shalat.
Sepengetahuan kami, yang mempopulerkan qiraah dan shalawat tarkhim untuk pertama kalinya di daerah SuSi adalah radio Yasmara, radio dangdutan yang mengudara dari masjid Kembang Kuning Surabaya (masjid Mbah Karimah) sekitar tahun 70-an.
Untuk masjid-masjid umum lainnya di Indonesia mungkin sama atau serupa kasusnya. Baru, setelah ritual-ritual itu, adzan dikumandangkan. Setelah adzan, ada tambahan shalawatan menganggu (baca mengganggu orang shalat sunnah) dengan keras sampai iqamah. Jadi total suara keras yang disampaikan lewat speaker masjid dan mushallah di wilayah SuSi adalah sekitar kurang lebih 30 menit sebelum masuk waktu shalat, lebih lama dari adzan dan shalatnya sendiri.
Seorang muslim harus adil dalam menyikapi semua hal, ingat kita adalah ummat pertengahan. Ingat:
"Demikianlah Kami jadikan kalian ummat yang pertengahan". (QS. Al Baqarah: 143)
2. Kita terus mendoakan para pemegang kekuasaan kaum muslimin dan pemimpin kita, agar mereka dijaga dan diberi hidayah Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar kekuasaannya dijadikan alat membela kaum muslimin dan Islam. Serta pihak-pihak yang memiliki akses kepada pemegang kekuasaan, untuk memberi nasehat secara sembunyi dan penuh hikmah.
3. Tidak berbuat anarkis, dan bertindak tanpa ilmu, yang dapat memperkeruh keadaan serta membantu pemerintah dengan dakwah, menyebar sunnah dan meneguhkan tauhid serta menjaga keamanan negara.
4. Tentu kita, sebagai orang yang beriman menolak dengan keras opini dan usulan pelarangan adzan yang digulirkan sebagian pihak yang membenci Islam, yang mereka benci bukan hanya adzan bahkan syariat Islam itu sendiri.
5. Secara umum, baik kalangan non muslim dan umat Islam sendiri, tidak mempermasalahkan suara adzan, yang dipermasalahkan oleh mereka adalah suara-suara yang mengiringi adzan, baik sebelum maupun sesudahnya.
Negeri ini (Indonesia) adalah negeri kaum muslimin, sebelum kita dan orang-orang yang menolak adzan itu lahir, adzan sudah bersahut-sahutan dikumandangkan tiap waktu shalat, di masjid-masjid kaum muslimin.
6. Hendaknya kita, terutama para takmir masjid dan juga muadzin, berusaha mempelajari sunnah-sunnah Nabawi. Memberikan hak-hak pada kita dan selain kita. Tidak berbuat dzalim, baik sikap, atau ucapan, atau gangguan hatta pada orang bukan Islam sekalipun, inilah ajaran agama kita.
Untuk para takmir dan muadzin, hendaknya mempelajari adab-adab penyelenggaraan masjid, sunnah-sunnah seputar shalat dan adzan, sehingga kita dapat beribadah dengan tenang dan tidak ada pihak-pihak yang merasa diganggu meski sekedar gangguan suara dengan sebab jauhnya kita dari ilmu dan sunnah.
Semoga Allah memberkahi hidup kita, dan menjadikan kita sebab-sebab hidayah bagi orang lain.
Ketika Adzan Kami Di Persoalkan
Suatu hari, salah satu tetangga kami yang kebetulan seorang Nasrani dari Protestan dan saat itu kami tinggal di dekat masjid di daerah industri tambak Rejo Waru Sidoarjo sekitar tahun 2005 yang lalu. Ia mendebat kami tentang permasalahan suara adzan yang cukup keras dan menganggu istirahatnya, terutama waktu subuh, bising dan membuatku marah, katanya. “Apa ummat Islam tidak punya toleransi ?”, tambahnya.Kami teringat sejarah perang salib, saat-saat sebelum kaum salib terusir oleh tentara takluk untuk yang kedua dari Baitul Maqdis dan selamanya, setelah dikalahkan Salahuddin Al-Ayubbi rahimahullah. Tersebutlah seorang raja bernama Frederick 2 dari Roma yang menguasai Baitul Maqdis selama 50 tahun (Maret 1225 M) setelah melakukan negosiasi dengan putra-putra Salahuddin yang berebut kekuasaan setelah wafatnya ayah mereka.
Saat memasuki Baitul Maqdis, raja ini (Frederick 2) melarang adzan di masjid Al-Aqsa karena dianggap mengganggu tidurnya. Juga, kasus-kasus semacam ini, santar terdengar lagi tahun ini (2018 M). Wallahu Musta'an.
Kembali pada cerita tetangga-tetangga Protestan kami saat itu. Dengan sedikit marah karena dorongan kecemburuan kami pada ajaran Islam yang dicelanya, dalam hal ini adzan. Setelah berfikir sejenak, kami jelaskan duduk persoalannya, dan secara sedih kami juga memintakan maaf atas sikap sebagian saudara kami muslim padanya.
Timbangan Kasus
Tetangga kami yang beragama Protestan yang mendebat kami masalah adzan itu, sebenarnya tidak mendebat adzannya yang rata-rata sekitar 2-5 menit, ia mentolerir hal itu. Yang ia permasalahkan adalah adanya nyanyi-nyanyi dan shalawatan sebelum itu. Masya Allah. Memang saudaraku, secara adil, barakallahu fiikum.Sebenarnya yang dipermasalahkan sebagian orang itu yang benci adzan itu bukan adzannya tapi suara-suara sampingan yang menyertai adzan itu.
Contoh kasus di Surabaya-Sidoarjo kami singkat (SuSi). Di sekitar SuSi, biasanya setengah jam sebelum adzan itu, para muadzin di masjid-masjid umum, dengan keras, mereka menyetel suara nyanyian Sufi Gus Dur (padahal yang bernyanyi adalah Gus Nidzam dari daerah Tulangan, Sidoarjo), kemudian syair Arab dari suara Qari Misyari Rasid Afasi, kemudian baru bacaan Al-Quran atau suara shalawat tarkhim oleh Syaikh Khalil Hushari dari Mesir yang terkenal itu, yang mengkisahkan peristiwa Isra Mi'raj Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan perintah shalat.
Sepengetahuan kami, yang mempopulerkan qiraah dan shalawat tarkhim untuk pertama kalinya di daerah SuSi adalah radio Yasmara, radio dangdutan yang mengudara dari masjid Kembang Kuning Surabaya (masjid Mbah Karimah) sekitar tahun 70-an.
Untuk masjid-masjid umum lainnya di Indonesia mungkin sama atau serupa kasusnya. Baru, setelah ritual-ritual itu, adzan dikumandangkan. Setelah adzan, ada tambahan shalawatan menganggu (baca mengganggu orang shalat sunnah) dengan keras sampai iqamah. Jadi total suara keras yang disampaikan lewat speaker masjid dan mushallah di wilayah SuSi adalah sekitar kurang lebih 30 menit sebelum masuk waktu shalat, lebih lama dari adzan dan shalatnya sendiri.
Seorang muslim harus adil dalam menyikapi semua hal, ingat kita adalah ummat pertengahan. Ingat:
و كذالك جعلناكم أمة وسط
Sikap Kita Sebagai Muslim
1. Berpegang teguh dengan aqidah dan Manhaj Salafush Shalih, Al-Quran dan sunnah, serta melihat bagaimana Shahabat mempraktekkan cara beragama dan memahaminya, karena sebaik-baik cara beragama adalah generasi Salaf dari ummat ini.2. Kita terus mendoakan para pemegang kekuasaan kaum muslimin dan pemimpin kita, agar mereka dijaga dan diberi hidayah Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar kekuasaannya dijadikan alat membela kaum muslimin dan Islam. Serta pihak-pihak yang memiliki akses kepada pemegang kekuasaan, untuk memberi nasehat secara sembunyi dan penuh hikmah.
3. Tidak berbuat anarkis, dan bertindak tanpa ilmu, yang dapat memperkeruh keadaan serta membantu pemerintah dengan dakwah, menyebar sunnah dan meneguhkan tauhid serta menjaga keamanan negara.
4. Tentu kita, sebagai orang yang beriman menolak dengan keras opini dan usulan pelarangan adzan yang digulirkan sebagian pihak yang membenci Islam, yang mereka benci bukan hanya adzan bahkan syariat Islam itu sendiri.
5. Secara umum, baik kalangan non muslim dan umat Islam sendiri, tidak mempermasalahkan suara adzan, yang dipermasalahkan oleh mereka adalah suara-suara yang mengiringi adzan, baik sebelum maupun sesudahnya.
Negeri ini (Indonesia) adalah negeri kaum muslimin, sebelum kita dan orang-orang yang menolak adzan itu lahir, adzan sudah bersahut-sahutan dikumandangkan tiap waktu shalat, di masjid-masjid kaum muslimin.
6. Hendaknya kita, terutama para takmir masjid dan juga muadzin, berusaha mempelajari sunnah-sunnah Nabawi. Memberikan hak-hak pada kita dan selain kita. Tidak berbuat dzalim, baik sikap, atau ucapan, atau gangguan hatta pada orang bukan Islam sekalipun, inilah ajaran agama kita.
Untuk para takmir dan muadzin, hendaknya mempelajari adab-adab penyelenggaraan masjid, sunnah-sunnah seputar shalat dan adzan, sehingga kita dapat beribadah dengan tenang dan tidak ada pihak-pihak yang merasa diganggu meski sekedar gangguan suara dengan sebab jauhnya kita dari ilmu dan sunnah.
Semoga Allah memberkahi hidup kita, dan menjadikan kita sebab-sebab hidayah bagi orang lain.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
___
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF
Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1
Youtube: http://bit.do/ittibarasul1
Whatshapp: 089665842579
Twitter: http://twitter.com/ittibarasul1
Web: dakwahmanhajsalaf.com
Instagram: http://bit.ly/ittibarasul1
Fanspage: http://fb.me/ittibarasul1
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF
Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1
Youtube: http://bit.do/ittibarasul1
Whatshapp: 089665842579
Twitter: http://twitter.com/ittibarasul1
Web: dakwahmanhajsalaf.com
Instagram: http://bit.ly/ittibarasul1
Fanspage: http://fb.me/ittibarasul1
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.
Posting Komentar untuk "Ketika Adzan Kami Di Permasalahkan"
Berkomentarlah dengan bijak