Aqidah Al-Wasithiyah (Bagian 1)
Oleh Ustadz Abu Abdurrahman bin Muhammad Suud al Atsary hafidzhahullah
Berkata Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah:
و من الإيمان بالله ، الإيمان بما و صف به نفسه في كتابه و بما وصفه به رسول الله صلى الله عليه وسلم من غير تحرف، و لا تعطيل، و من غير تكييف، و لا تمثيل ، بل يؤمنون بالله سبحانه - ليس كمثله شي و هو السميع البصير
"Dan di antara keimanan kepada Allah adalah Iman pada sifat-sifat-Nya, yang dia telah mensifati diri-Nya dan sifat yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa tahrif (mengubah lafadz), tatil (mengingkari), takyif (membagaimanakan), tamstil (menyerupakan). Yakni mengimani bahwa Allah tidak serupa dengan sesuatupun, dan Dia Maha Mendengar dan Melihat". (Al-Aqidah Al-Wasithiyah)
Fawaid:
Dengan seorang mengenal Rabb-Nya, maka ia akan menemukan cinta kasih, ketenangan, kekokohan, istiqomah, keteguhan, dan tidak mudahnya ia murtad dan goyah. Ia akan yakin, dan berbunga hatinya dengan Iman. Syaratnya ia harus faham siapa Rabb-Nya dan sifat serta nama-nama-Nya. Di sini batasan Iman Islam dengan Iman orang kafir, dan juga ahli bid'ah. Dimana mereka, orang kafir dan ahli bid'ah tidak mensifati Allah dengan semestinya.
Tauhid Uluhiyah dan Asma' wa Shifat, jurang pemisah ahlul Iman dengan ahlul bid'ah. Dan kitab Aqidah Washitiyah titik beratnya pada hal ini, yakni sifat Allah dan hak Allah semata untuk diibadahi.
Pertama, kita harus faham, bagaimana berinteraksi dengan nama dan sifat Allah. Kita imani lafadz, makna lafadz itu, tanpa ditakwil.
Umpama, sifat turun, tertawa, tangan, kaki, betis, istiwa', marah, ridha, benci, suka, cinta, dan semisal. Kita yakini sifat ini pada Allah, karena dijelaskan di kitab dan sunnah, tanpa kita ingkari lafadz, makna, atau kita sempangkan pada makna lain. Jatuhnya ahli bid'ah, karena mereka berani berkomentar tentang Zat Allah tanpa ilmu, dan mengambil sebagian keyakinan ahli kitab dan para filusuf, ini sebab utama.
Mereka mensifati Allah sebagaimana para filusuf memahami segala sesuatu dengan akal mereka. Umpama Jahmiyyah, mereka mengatakan Allah tidak punya sifat, masa Tuhan punya sifat.
Ahlus Sunnah menjawab, sesuatu dikenali dengan sifat, bila tidak ada sifat, maka tidak ada wujud sesuatu itu atau omong kosong.
Asy'ariyah mengatakan, sifat Allah itu 20, atau 9, ada sifat wajib, sifat tidak mungkin, dan sifat jaiz.
Ahlus Sunnah menjawab, kalian tidak punya adab dengan Allah, kalian mewajibkan atau tidak mewajibkan Allah atas sesuatu, padahal Ia berkehendak sesuai kehendak-Nya. Dan kenapa kalian batasi sifat Allah? Atau kalian haramkan Allah atas satu hal, siapa kalian mengatur-atur Allah? Apa kalian lebih pintar dari Allah?
Qadariyah berkata, Allah tidak menakdirkan, kitalah yang mengatur hidup kita sendiri.
Ahlus Sunnah menjawab, bahkan Allah mengetahui yang awal dan akhir, semua hal telah diciptakan Allah, termasuk takdir, kita disuruh berbuat, karena kita tidak tau takdir kita, dan setiap orang akan dimudahkan menuju takdirnya.
Jabariyah berkata, kita adalah makhluk yang diatur, seperti bulu, baik buruk bukan kita yang berniat, kita baik atau buruk sudah takdir.
Ahlus Sunnah menjawab, benar Allah telah menakdirkan, namun juga Allah telah menyembunyikan takdir itu agar kita beramal. Dengan amal itu, Allah memudahkan ahli Surga ke Surga, ahli Neraka ke Neraka, kita belum tau kita termasuk golongan mana? Adanya pahala, siksa, Surga dan Neraka adalah agar kita terus maju dalam usaha dan amal kebaikan, tinta telah kering dan lembaran telah tertulis, namun demikian Allah suruh kita beramal, karena itulah tujuan Allah merahasiakan takdir-Nya.
Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin.
🔰 @Manhaj_salaf1
•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF
📮 Telegram : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp : 089665842579
🌐 Web : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram : bit.ly/ittibarasul1
🇫 Fanspage : fb.me/ittibarasul1
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.
Posting Komentar untuk "Aqidah Al-Wasithiyah (Bagian 1)"
Berkomentarlah dengan bijak