Aqidah & Manhaj -Kaidah Yang Ke 30-
Mereka meyakini wajibnya berpegang kepada Manhaj Nabi dalam berdakwah kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
اتَّبِعُواْ مَا أنزل إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاء
“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan jangan kamu ikuti selain Allah sebagai tandingan-tandingan“. (QS. Al-A'raf: 3)
Allah Ta'ala juga berfirman:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِ
“Diatas bashiirah (ilmu yakin) aku dan orang-orang yang mengikuti“.(QS. Yusuf: 108)
Ayat ini menunjukkan bahwa kewajiban kita berdakwah itu kepada Allah .diatas bashiirah dan tentunya dengan mengikuti Manhaj para Nabi dalam berdakwah.
Syaikhul Islam Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang seorang Syaikh yang mendakwahi orang-orang yang suka berbuat maksiat dengan cara mengumpulkan mereka, dengan memukul rebana, lalu kemudian bernyanyi dengan syair-syair yang disebut syair-syair yang membuat hati mereka tergugah. Kemudian rupanya ketika Syaikh ini melakukan perbuatan itu mereka bertaubat, mereka kemudian meninggalkan maksiat. Maka ditanya Syaikhul Islam, “Apakah yang seperti ini boleh? karena maslahatnya besar dan tidak mungkin mendakwahi mereka kecuali dengan ini?"
Maka Syaikhul Islam Taimiyyah rahimahullah menjawab: Pertama-pertama beliau menyebutkan kaidah-kaidah dahulu
Yang pertama, bahwasanya harus diyakini, Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti membawa petunjuk dan agama yang haq untuk memenangkan diatas seluruh agama. Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memberikan kabar gembira dengan kebahagiaan bagi orang yang menaati dan kesengsaraan bagi orang yang memaksiatinya.
Juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia untuk mengembalikan semua yang diperselisihkan kepada agama Allah kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan bahwasanya beliau berdakwah kepada Allah dan kepada jalan yang lurus. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengabarkan bahwasanya beliau beramar ma’ruf nahi mungkar, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku wasiatkan kalian untuk mendengar dan ta’at, karena sesungguhnya siapa yang hidup diantara kalian nanti akan melihat perpecahan yang banyak, maka hendaklah kalian berpegang kepada sunnah ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang ditunjuki. Pegang ia dengan gigi geraham dan jauhi oleh kalian perkara-perkara diada-adakan, karena setiap bid’ah itu sesat"
Dan ayat-ayat dan dalil yang lainnya:
Beliau (Syaikh Al Ubailaan) berkata: “Apabila kaidah ini telah diketahui, maka hendaklah diketahui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah yang memberikan hidayah kepada orang-orang tersesat. Maka harus kita mengikut apa yang Allah utus dengannya Rasul-Nya dan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka kalaulah apa yang Allah utus dengan-Nya para Rasul itu tidak mencukupi berarti agama Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ini kurang, tidak sempurna. Dan harus diketahui bahwasanya amalan shaleh yang Allah perintahkan, baik itu yang sifatnya wajib ataupun sunnah. Demikian pula amalan buruk yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus kita imani apabila tidak terdapat padanya maslahat dan mafsadah. Maka kemudian maslahatnya lebih besar dari pada mafsadahnya, maka tentu syari’at akan mensyari’atkannya.
Tapi kalau ternyata mafsadah lebih besar tentu syari’at akan melarangnya. Maka apabila demikian, kata beliau (Syaikh Al Ubailaan): "perbuatan Syaikh tersebut mengumpulkan orang-orang yang suka berbuat maksiat. Lalu dengan mendendangkannya nyanyian dengan memakai rebana. Ini termasuk perkara yang tidak sesuai syari’at. Ini menunjukkan Syaikh tersebut bodoh terhadap tatacara-tatacara syari’at.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya dan para Tabi’in dahulu mereka mendakwahi orang-orang yang lebih buruk dari mereka, yaitu orang kafir, dari orang fasik dimasa itu. Demikian pula orang-orang yang berbuat maksiat tapi tidak dengan cara seperti itu. Akan tetapi dengan cara-cara yang sesuai dengan syari’at, maka tidak boleh dikatakan bahwasannya tak ada cara yang syar’i, untuk mendakwahi orang-orang yang berbuat maksiat.
Karena telah juga kita ketahui secara pasti berapa banyak orang yang bertaubat kepada Allah dengan cara-cara syari’at. Bahkan lihat para Shahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka. Mereka bertaubat kepada Allah dengan cara-cara syari’at bukan dengan cara-cara bid’ah seperti itu.
Berapa banyak kaum muslimin di negeri-negeri kaum muslimin yang mereka masuk Islam, mereka bertaubat kepada Allah dengan cara-cara syari’at bukan dengan cara-cara bid’ah seperti itu. Maka tidak boleh juga dikatakan orang yang berbuat maksiat tidak mungkin bertaubat kecuali dengan cara-cara bid’ah tersebut.
Maka sesungguhnya yang terbaik adalah caranya sesuai dengan syari’at. Bukan kita melihat pada hasil. Sebuah kesalahan tentunya bahwa kalau ada orang mengatakan yang penting hasilnya. Ini bukanlah cara yang sesuai dengan syari’at. Yang terpenting adalah apakah caranya sesuai syari’at, sesuai dengan Manhaj para Nabi atau tidak. Wallahu a’lam.
Dari buku yang berjudul “Al Ishbaah Fii Bayani Manhajis Salaf Tarbiyati wal Ishlah“, tentang Manhaj Salaf Dalam Masalah Tarbiyah dan Perbaikan, ditulis oleh Syaikh Al Ubailaan حفظه الله تعالى
Oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc. حفظه الله تعالى
🔰 @Manhaj_salaf1
•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF
📮 Telegram : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp : 089665842579
🌐 Web : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram : bit.ly/ittibarasul1
🇫 Fanspage : fb.me/ittibarasul1
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.
Posting Komentar untuk "Aqidah & Manhaj -Kaidah Yang Ke 30-"
Berkomentarlah dengan bijak