Penjelasan Surah Al-Waqi'ah Ayat 79
Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah
Benarkah ayat Quran dalam surah Al-Waqi’ah ayat 79, tidak ada yang menyentuh (Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan adalah bermakna haramnya orang yang junub, haidh dan nifas menyentuh mushaf Al-Quran ?
Tidak ada perbedaan lagi diantara Ulama tentang disukainya orang membaca dan menyentuh mushaf Al-Quran dalam keadaan suci, baik suci dari hadas kecil apalagi dari hadas besar. Namun, para Ulama berbeda pendapat hukum membaca Quran dan memegang mushaf Quran bagi mereka yang berhadas besar, seperti dalam keadaan junub, haid, dan nifas. Dalam masalah ini telah terjadi perbedaan pendapat yang cukup ramai di antara para Ulama. Sehingga kita tidak perlu kaget kalau mendengar ada yang berbeda pendapat dalam masalah ini.
Diantara mereka ada yang membolehkan membaca Al-Quran tetapi tidak boleh menyentuh mushafnya. Ada yang melarang mutlak baik membaca maupun menyentuh mushafnya. Ada yang membolehkan membaca kalau untuk sekedar mengajar atau hal darurat, tetapi tidak boleh jika tidak ada kepentingan mendesak. Dan ada pula yang berpendapat boleh secara mutlak baik membaca atau menyentuh mushaf Al-Quran.
Ana telah mencoba menelaah masalah ini dan untuk pribadi akhirnya ana berkeyakinan boleh orang yang junub, haid, dan nifas membaca dan menyentuh mushaf Al-Quran secara mutlak, walau yang utama saja dalam keadaan suci.
Ada sejumlah dalil yang digunakan oleh para Ulama yang berpendapat haramnya menyentuh mushaf Quran bagi orang yang sedang berhadas besar. Namun, dalil utama yang paling sering dipakai adalah QS. Al-Waqi'ah: 79
لاَ يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ
Ayat inilah yang biasanya jadi dalil utama mengharamkan pegang mushaf Quran dalam keadaan berhadas besar. Disamping nanti ada beberapa hadits lainnya yang juga dijadikan dalil oleh mereka yang mengharamkan hal ini. Pada kesempatan kali ini ana hanya akan memfokuskan dulu pada pembahasan QS. Al-Waqi'ah ayat 79 ini. Dan khusus masalah ini ana hampir semua merujuk pada Tafsir Ibnu Katsir.
Benarkah ayat di atas bermakna larangan menyentuh mushaf Quran bagi yang berhadast besar, seperti dalam kondisi junub, haid dan nifas ?
Tidak tepat bahkan tidak ada korelasinya kalau ayat diatas dimaknakan sebagai larangan yang berhadas besar menyentuh mushaf Al-Quran maupun membacanya.
Alasannya, yang dimaksud Al-Quran pada ayat di atas adalah Quran yang terdapat dilauhul mahfuzh, bukan mushaf Quran di dunia ini dan الْمُطَهَّرُونَ (Yang telah disucikan), pada ayat di ini bukan orang yang sedang hadas, baik hadas kecil maupun hadas besar. Yang dimaksud adalah para Malaikat.
Jadi maksud ayat diatas yang terdapat dilauhul mahfuzh itu tidak akan bisa disentuh kecuali oleh para Malaikat yang suci dan disucikan Allah. Dengan demikian ayat itu bermakna pengkabaran/informasi dari Allah tentang Al-Quran yang ada dilauhul mahfuzh, tidak akan bisa disentuh kecuali oleh para Malaikat dan tidak ada korelasinya dengan masalah hukum orang yang berhadas besar menyentuh mushaf atau membaca Al-Quran.
Jika ingin jelas, bacalah rangkaian ayat itu secara utuh yang bunyi rangkaian ayatnya secara utuh sebagai berikut:
إِنَّهُ لَقُرْءَانٌ كَرِيمٌ فِي كِتَابٍ مَّكْنُونٍ لاَّ يَمَسَّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ
Ibnu Katsir rahimahullah menasirkan kitab maknun (kitab yang terpelihara) pada ayat di atas adalah kitab yang terdapat dilauhil mahfuzh. (Tafsir Ibnu Katsir VIII:31)
Jadi tidak ada urusannya dengan mushaf Quran yang dibumi ini. Untuk memperkuat penafsirannya itu, maka Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan penafsiran ayat di atas dengan menyebutkan perkataan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu yang berkata:
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ قَالَ: الْكِتَابُ الَّذِي فِي السَّمَاءِ
Berkata(Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu): "Yaitu kitab yang ada dilangit". (idem)
Al Aufi juga menukilkan pernyataan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa berkata:
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ يَعْنِي الْمَلَائِكَةَ
Dan penafsiran ini didukung Shahabat dan sejumlah Tabi’in senior dan sesudahnya seperti Anas, Mujaahid, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Ad Dhahak, Abu Asy Sya’tsa, Jabir bin Zaid, Abu Nahiik, As Sudi, Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam dan selain dari mereka radhiallahu 'anhum wa rahimahumullah 'alaihim ajma'in. (idem)
Bahkan Imam Qatadah rahimahullah saat menjelaskan ayat di atas berkata:
لَا يَمَسُّهُ عِنْدَ اللَّهِ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ، فَأَمَّا فِي الدُّنْيَا فَإِنَّهُ يَمَسُّهُ الْمَجُوسِيُّ النَّجِسُ، وَالْمُنَافِقُ الرَّجِسُ
"Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan, yaitu tidak ada yang menyentuhnya di sisi Allah kecuali hamba-hamba yang disucikan. Adapun di dunia, maka sesungguhnya Al-Quran dapat dipegang oleh orang majusi yang najis dan para munafik yang kotor". (idem)
Ibnu Zaid rahimahullah menerangkan sebab diturunkannya ayat di atas adalah orang kafir menuduh Al-Quran diturunkan oleh setan. Maka, Allah turunkan ayat di atas sebagai bantahan dari Allah yang memastikan bahwa Quran tidak akan bisa disentuh oleh setan, tetapi hanya bisa oleh para Malaikat yang disucikan.
Lebih lengkapnya perhatikan perkataan Ibnu Zaid rahimahullah berikut:
زَعَمَتْ كُفَّارُ قُرَيْشٍ أَنَّ هَذَا الْقُرْآنَ تَنَزَّلَتْ بِهِ الشَّيَاطِينُ، فَأَخْبَرَ اللَّهُ تَعَالَى أَنَّهُ لَا يَمَسُّهُ إلا المطهرون كما قال تعالى: وَما تَنَزَّلَتْ بِهِ الشَّياطِينُ وَما يَنْبَغِي لَهُمْ وَما يَسْتَطِيعُونَ إِنَّهُمْ عَنِ السَّمْعِ لَمَعْزُولُونَ
"Orang-orang Quraisy mempunyai dugaan bahwa Al-Quran ini diturunkan oleh setan. Maka, Allah menerangkan bahwa Al-Quran ini tidak dapat disentuh kecuali oleh hamba-hamba yang disucikan, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: "Dan Al-Quran itu bukanlah diturunkan oleh setan-setan. Dan tidaklah patut mereka membawa turun Al-Quran itu, dan mereka pun tidak akan kuasa. Sesungguhnya mereka benar-benar dijauhkan dari mendengar Al-Quran itu". (QS. Asy-Syu'ara: 210-212)
Setelah memaparkan penafsiran Ibnu Zaid di atas, Ibnu Katsir rahimahulah menilainya:
وَهَذَا الْقَوْلُ قَوْلٌ جَيِّدٌ
Diantara penguat lainnya adalah ditinjau dari sisi bahasa, maka kata Al-Muthahaarun (mereka yang disucikan), pada ayat tersebut menggunakan bentuk maf'ul (obyek) dan bukan sebagai faa'il (subjek). Ini menunjukkan ayat di atas hanya berupa informasi dan buka bermakna pelarangan.
Jadi, ayat 79 yang terdapat pada surat Al-Waqi’ah itu tidak tepat digunakan dalil mengharamkan orang yang berhadas besar menyentuh mushaf Al-Quran atau membacanya.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
_____
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF
Telegram: http://t.me/Manhaj_salaf1
Youtube: http://youtube.com/ittibarasul1
Group WhatsApp: wa.me/62895383230460
Twitter: http://twitter.com/ittibarasul1
Instagram: http://Instagram.com/ittibarasul1
Facebook: http://fb.me/ittibarasul1
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.
Donasi Dakwah Manhaj Salaf
Nomor Rekening BANK BRI 6060 01 022137538 (Kode Bank 002)
Konfirmasi WA 089665842579
Al Qur'an adalah kitab yang nyata,bagaimana pengertiannya bahwa lauh mahfuzh adalah tidak nyata.
BalasHapusBismillah, pendapat saya, orang2 yg Allah telah sucikan hatinya sahaja yang akan bisa memegang Alquran. Yang tidak disucikan lagi masih tidak bisa memegangnya walaupun alquran didepan mata atau ada tersimpan didalam almari tetapi tidak bisa dipegang oleh tuannya kerna masih tidak dibersihkan lagi atau dibukakan hatinya oleh Allah.
BalasHapus