Hukum-Hukum Terkait Nama Kun-yah
Pendahuluan
Di FB maupun di WA atau di medsos lainnya, banyak sekali nama kun-yah atau gelar yang tak disebutkan nama asli jati dirinya, sementara ia belum dikenal (masyhur) dengan nama kun-yahnya tersebut.
Semisal ia menggunakan nama akun Abu Ahmad atau Ummu Salamah atau Bening Hati atau Musafir Sunnah atau lainnya dan lainnya terkadang menimbulkan kesamaran tentang siapa dia sebenarnya?
Bagaimana sebenarnya hukum masalah ini? Dan hukum-hukum fiqh penting lainnya terkait dengan kun-yah. semoga bisa temukan pada artikel ana ini.
Tulisan ini ana susun menjadi beberapa fasal penting.
1) Arti Kun-yah.
Kun-yah artinya sapaan, dan biasanya digunakan sebagai sebutan penghormatan kepada seseorang, walau terkadang juga digunakan sebagai sebutan jelek, seperti pada Abu Lahab. Berkun-yah merupakah suatu perkara yang telah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya radhiallahu ‘anhum.2) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkun-yah.
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memiliki nama kun-yah, yakni Abul Qosim.'Keistimewaan kun-yah beliau Abul Qosim adalah haramnya kun-yah itu digunakan pada selain beliau. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits berikut, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengatakan:
قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ -صلى الله عليه وسلم-: سَمُّوْا بِاسْمِيْ, وَلاَ تَكْتَنُوْا بِكُنْيَتِ
"Abul Qosim shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Silahkan pakai namaku, nama jangan berkun-yah dengan kun-yahku (Abul Qosim).” [HSR. Bukhari no.3539 dan Muslim no.2134]
3) Dalil anjuran berkun-yah walau bagi yang tidak atau belum nemiliki anak.
Hadits ini terkait dengan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang sampai wafatnya tidak memiliki keturunan satupun. Sementara ia ingin sekali berkun-yah, sebagimana istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain telah berkun-yah. Maka suatu hari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berkata:يا رسولَ اللهِ كُلُّ نسائِك لها كُنيةٌ غيري فقال لها رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ: اكتَني بابنِك عبدِ اللهِ يعني ابنَ الزبيرِ أنتِ أمُّ عبدِ اللهِ قال فكان يُقالُ لها أمُّ عبدِ اللهِ حتى ماتتْ ولم تلدْ قطُّ
"Ya Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- seluruh istrimu telah memiliki kun-yah selain diriku. Maka Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata kepadanya: "Berkun-yahlah pada keponakan lelakimu Abdillah, yakni (lengkapnya) Ibnu Zubair, (maka kun-yah) kamu adalah Ummu Abdillah". Berkata (‘Urwah bin Zubair radhiallahu ‘anhu sang periwayat hadits ini -pent.): "Sejak saat itu ‘Aisyah radhiallahu ‘anha senantiasa dipanggil (dengan nama kun-yahnya, yakni) Ummu Abdillah sampai wafatnya, padahal ia tak memiliki seorang anakpun".
Menjelaskan hadits di atas, Syaikh al Albani rahimahullah berkata:
“Hadits ini menunjukkan disyari’atkannya kun-yah sekalipun belum mempunyai anak“. (Silsilah Ahadits ash-Shahihah I:257)
Dan diantara hadits yang mempertegas masalah ini adalah hadits berikut:
أَنَّ عُمَرَ قَالَ لِصُهَيْبٍ مَا لَكَ تَكْتَنِى بِأَبِى يَحْيَى وَلَيْسَ لَكَ وَلَدٌ. قَالَ كَنَّانِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِأَبِى يَحْيَى.
“Umar radhiallahu ‘anhu pernah mengatakan kepada Shuhaib radhiallahu ‘anhu (seorang Shahabat yang tak memiliki anak -pent): "Mengapa Anda berkun-yah dengan Abu Yahya, padahal kamu tak memiliki anak?“, Maka dia (Shuhaib radhiallahu ‘anhu) menjawab: "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang telah memberikan kun-yah Abu Yahya (padaku)". [HR. Ibnu Majah no.3738 dan dihasankan oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Al-Ahadits al-Aliyat no.25 dan dishahihkan al-Albani rahimahullah dalam ash-Shahihah no.44]
Karena itu kita lihat juga sejumlah Ulama besar memakai nama kun-yah walau sebenarnya mereka tak memiliki anak, bahkan sampai wafatnya tidak menikah, seperti:
Ibnu Taimiyyah, kun-yah beliau adalah Abul Abbas. (Lihat ‘Aqidah al Wasithiyyah, hal.21)
Imam Nawawi rahimahullah, kun-yah beliau adalah Abu Zakariya. (Lihat Bahjatun Naazhirin I:8)
4) Bolehnya berkun-yah dengan nama hewan.
Seperti Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu. Nama asli beliau adalah Abdurrahman bin Sakhr Ad Dausi. Namanya karena kesukaannya kepada kucing kecil yang dalam bahasa Arabnya Hirrun/Hurairah, maka beliau justru dipanggil oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Abu Hirr atau Abu Hurairah. (Lihat lebih lengkap dalam al Ishoobah [IV:316]. Bahkan akhirnya kun-yah beliau ini lebih dikenal orang daripada nama aslinya.5) Cara anak berkun-yah pada orang tua atau sebaliknya.
Di sini akan dijelaskan cara berkun-yah dari orang tua pada anaknya, atau anak berkun-yah pada orang tuanya. Walau boleh sebenarnya orang tua yang memiliki anak berkun-yah bukan pada anaknya, tetapi diutamakan jika dia berkun-yah dengan salah satu nama anaknya dengan beberapa ketentuan sebagai berikut:Pertama, kun-yah ayah/ibu ke anak.
Kun-yah utamanya dinisbahkan kepada anak lelaki tertua/pertama. Tak peduli apakah anak lelaki itu terlahir sebagai anak kedua, ketiga, dan seterusnya, yang penting dia anak lelaki pertama dari sekian banyak anaknya kalau dia memiliki lebih dari satu anak.
Contoh, sepasang suami istri, yakni Ibrahim dan Aisyah memiliki tiga orang anak, yang urutnya sebagai berikut, Maimunah, Ahmad, dan Hasan. Maka hendaklah, baik ayah atau ibunya berkun-yah pada nama anak laki-laki tertua/pertama yang terlahir, walau dalam kenyataannya anak pertamanya adalah anak perempuan.
Dalam contoh di atas, maka sang ayah utamanya hendaklah berkun-yah Ibrahim Abu Ahmad dan bukan berkun-yah Ibrahim Abu Maimunah, walaupun Maimunah itu anak pertama. Dan hendaklah sang ibu berkun-yah Aisyah Ummu Ahmad.
Kalau tak ada anak lelaki, maka boleh berkun-yah dengan nama anak perempuan tertua. Seperti pada contoh ini -jika tak ada anak lelaki-, maka sang ayah berkun-yah Ibrahim Abu Maimunah sementara sang ibu berkun-yah Aisyah Ummu Aminah .
Kedua, kun-yah anak ke orang tua.
Jika anak lelaki, maka ia berkun-yah dengan Abu .
Sebagai contoh seperti kasus di atas, Ahmad jika berkun-yah dia memakai kun-yah Ibnu Ibrahim, lengkapnya Ahmad Ibnu Ibrahim. Boleh pula disebut kun-yahnya dulu baru disebut nasab ke ayahnya, sehingga menjadi Ibnu Ibrahim Ahmad.
Jika perempuan, maka kun-yahnnya dengan Bintu atau Ibnatu. Pada contoh di atas, Maimunah kun-yahnya adalah Bintu/Ibnatu Ibrahim, lengkapnya Maimunah Bintu/Ibnatu Ibrahim, atau Bintu/Ibnatu Ibrahim Maimunah.
Keenam, hukum memakai nama kun-yah tanpa memaki nama jelas dirinya, baik di medsos atau lainnya, padahal kun-yahyah ini belum di kenal.
Fasal ini salah satu fasal terpenting yang wajib kamu perhatikan. Ini yang sering didapati pada akun di FB atau medsos lainnya. Di medsos bisa saja kami menyebut dirimu dengan kun-yah Abu atau Ummu atau Ibnu atau Ibnatu tanpa menyebut nama nasab asli kamu atau identitas jelas kamu.
Maka bagi yang dia belum dikenal oleh khalayak nama kun-yahnya, semestinya dia tidak menuliskan nama kun-yah yang tidak diiringi nama aslinya dan suku/marganya atau asal daerahnya. Jika pun dia mau memakai kun-yah, maka semestinya tetap mencantumkan nama asli dirinya.
Dalil masalah ini cukup banyak. Namun dalam kesempatan ini ana hanya akan sebutkan dua dalil saja, yakni,
Pertama, Jaabir‘ bin Abdilllah radhiallahu ‘anhu menceritakan:
أتَيتُ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في دَينٍ كان على أبي، فدقَقتُ البابَ، فقال: مَن ذا فقلتُ: أنا، فقال: أنا أنا. كأنه كرِهَها.
”Aku pernah mendatangi (rumah) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas aku mengetuk pintu. Beliau bertanya: “Siapa (yang mengetuk pintu ini)?”. Aku menjawab: “Saya“. Lalu beliau berkata: “Saya, saya”. Sepertinya beliau tidak suka". [HSR. Bukhari no.6250 dan Muslim no.2155]
Hadits di atas menunjukkan seseorang saat memperkenalkan dirinya, mestilah harus dengan identitas yang sudah dikenal oleh orang lain.
Kedua, saat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkirim surat kepada pembesar Romawi yang bernama Heraclius untuk masuk Islam, maka dalam kop suratnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan identitas nama pribadi yang telah dikenal, yakni Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- dan tidak menggunakan nama kun-yah Abul Qosim.
Nih isi pembuka surat beliau kepada Hercalius begini:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مِنْ مُحَمَّدٍ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ
"Bismillahir rahmanir rahiim… Dari Muhammad, hamba Allah dan utusan-Nya, Kepada Heraclius, raja Romawi ..." [HSR. Bukhari no.7 dan Muslim no.1773, dan lain-lain]
Lihat di situ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menggunakan nama kun-yah dikarenakan orang yang hendak dikirimi surat oleh beliau lebih tahu nama Muhammad -shallallahu 'alaihi wa sallam- dibandingkan nama kun-yah beliau Abul Qosim.
Sebenarnya banyak dalil lainnya yang menunjukkan hal ini, namun sementara ini ana cukupkan dengan dua dalil itu saja dulu.
Karena itulah para Ulama juga menyatakan tidak disukainya orang memakai nama kun-yah tanpa disebutkan nama asli dirinya jika dia belum dikenal dengan kun-yahnya itu.
Syaikh Bakr Abu Ziad hafidzhahullah bahkan menganggap memperkenalkan nama diri dengan kun-yah tanpa nama asli yang dimana kun-yahnya belum dikenal luas oleh orang sebagai tindakan mubham (penyamaran diri yang tak jelas) yang dilarang. Beliau menandaskan:
ومن التعريف المبهم ما تسرب إلى قلب الجزيرة العربية من الأفاقين، إذا قيل له: من المتكلم؟ قال: أبو فلان. فما عرفنا هذا من طريقة السلف، أنهم يعرفون الناس علي ذواتهم بالكني، وإنما يكون التعريف بجر النسب: فلان الفلاني. كانوا يكتنون ليدعوهم الطالب بها. هذا ما لم يشتهر الشخص بالكنية حتي قامت مقام الاسم، ومنها في الصحابة رضي الله عنهم أبو بكر، أبو ذر، أم هانئ، رضي الله عنهم
“Diantara bentuk memperkenalkan diri yang tidak diperbolehkan karena mengandung unsur ketidak jelasan (mubham) adalah sebuah kebiasaan yang menyebar di jantung semenanjung Arab sumbernya dari orang-orang non Arab, jika ditanyakan kepadanya “Siapa anda?” maka dijawab dengan “Abu Fulan”. Kami tidak mengetahui hal semacam ini dilakukan oleh para salaf, (yakni) memperkenalkan diri sendiri dengan menggunakan nama kun-yah. Memperkenalkan diri itu (jika nama kun-yah dia belum dikenal orang banyak -pent) dengan menyebutkan nasab, fulan yang berasal dari suku al fulan. Salaf itu memiliki nama kun-yah dengan tujuan agar orang lain memanggil dirinya dengan nama kun-yah tersebut.
Ketentuan di atas berlaku selama orang tersebut tidaklah terkenal dengan nama kun-yahnya sehingga nama kun-yah itu menggantikan fungsi nama nasab. Diantara orang yang kondisinya semacam itu dikalangan para Shahabat adalah Abu Bakar, Abu Dzarr, serta Ummu Hani -radhiallahu ‘anhum-". (Adabul Hatif hal 15-16)
Walhamdu lillaahi rabbil 'alamiin, wa shallallahu 'alaa muhammadin ...
🔰 @Manhaj_salaf1
•┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈•
Mau dapat Ilmu ?
Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF
📮 Telegram : http://t.me/Manhaj_salaf1
📱 Whatshapp : 089665842579
🌐 Web : dakwahmanhajsalaf.com
📷 Instagram : bit.ly/Akhwat_Sallafiyah
🇫 Fanspage : fb.me/DakwahManhajSalaf1
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ.
Posting Komentar untuk "Hukum-Hukum Terkait Nama Kun-yah"
Berkomentarlah dengan bijak